Selasa, 22 September 2009

MATERI III&IV : Akhlaqul Karimah

Akhlaq Dalam Islam
Salah satu komponen penting yang harus dibangun pada diri seorang muslim adalah akhlaq. Allah swt mengutus Rasulullah saw salah satu tujuan utamanya adalah menyempurnakan akhlaq manusia menjadi akhlaq yang mulia.
عن أبى هريرة رضى الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلمانما بعثت لاتمم مكارم الاخلاق
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlaq HR. Al-Baihaqy

Kesempurnaan pelaksanaan Islam seorang Muslim apabila aspek akidah atau iman, ibadah dan akhlaq tertanam kuat dalam dirinya dan tercipta dalam kata dan perbuatannya. Urgensitas akhlaq dapat dipahami dari salah satu tujuan risalah da’wah Muhammad, yaitu membagun akhlaq mulia bagi umat manusia.
Akhlaq berasal dari bahasa arab khuluq.kata khuluq sering diartikan dengan moral, budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalakun yang berarti kejadian, serta erat hubungan dengan Khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan. Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara Khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk.
Kata khuluq ditemui dalam al-Quran pada surat al-Qalam ayat 4 : وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ Sesungguhnya engkau (muhammad) benar-benar memiliki akhlaq yang mulia.
Imam Al-Gazali mengartikan akhlaq sebagai suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang mudah dilakukan, tanpa terlalu banyak pertimbangan dan pemikiran yang lama.
Mengaitkan arti kebahasaan dengan apa yang didefenisikan imam al-Gazali, akan memberikan makna substantif yang saling melengkapi, yang di dalamnya kita akan menemukan setidaknya lima ciri perbuatan akhlaq, yaitu :
Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
Kedua, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan.
Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara
Keempat, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Kelima, akhlaq memiliki sandaran yang jelas yaitu al-Quran dan sunnah. Sehingga ukuran baik tidaknya sebuah akhlaq berdasarkan ketersesuiannya dengan al-quran dan sunnah.
Meskipun akhlaq memiliki kedekatan makna dengan moral, budi pekerti, tetapi pada dasarnya memiliki perbedaan dan ketidaksamaan. Antara lain ;
1. Akhlaq dalam Islam senantiasa berdasarkan nilai-nilai al-Quran dan sunnah. Sebab itu, ia bersifat universal. Misalnya akhlaq orang Islam Amerika sama dengan akhlaqnya orang Islam di Arab, Afrika, maupun di Indonesia. Berbeda dengan moral, etika atau budi pekerti adalah kebaikan yang lahir dari kesepakatan budaya sekelompok manusia tertentu. Sebab itu, kadangkala ada perbuatan menurut orang Amerika adalah baik dan beretika, tetapi tidak bagi orang Asia.
2. Akhlaq dilaksanakan dengan keikhlasan diri yang tujuannya semata mengharapkan ridha Allah swt. Sedangkan budi pekerti, etika tidak selamanya demikian.
3. Yang baik menurut akhlaq adalah segala sesuatu yang berguna sesuai dengan nilai dan norma agama Islam dan memberikan kebaikan bagi diri dan orang lain. sedangkan yang menentukan baik buruknya suatu perbuatan menurut etika dan moral adalah adat istiadat dan kebiasaan sekelompok orang tertentu di waktu tertentu
4. Akhlaq bersifat mutlak dan berlaku selamanya, sedangkan etika, moral dan budi pekerti bersifat nisbi atau relatif

Akhlaq Terpuji
Secara garis besar akhlaq digolongkan oleh ulama ke dalam dua golongan ; yaitu akhlaq mahmudah (terpuji) dan akhlaq mazmumah (tercela). Akhlaq terpuji ialah segala macam sikap dan tingkah laku baik yang dilahirkan oleh sifat-sifat mahmudah yang terpendam dalam jiwa manusia. Di antara sifat-sifat mahmudah adalah; amanat (setia, dan dapat dipercaya), jujur, adil, pemaaf dll. (Yatimin Abdullah, 2007 : 25)
Sesuatu yang terpuji makna baik. Baik untuk diri yang melakukan dan juga memberikan kebaikan kepada orang lain.
Sesuatu dapat dikatakan baik jika memberikan kesenangan, kepuasan, kenikmatan, sesuai yang diharapkan, dinilai positif oleh orang (Yatimin Abdullah, 2007 : 39). Jauh dari hal-hal yang dapat menimbulkan mudharat. Namun kepuasan dan kenikmatan yang dimaksud tidak berlebihan yang menyebabkan melampau batas kewajaran.
Ada beberapa bentuk akhlaq mahmudah (terpuji) adalah; seperti sabar, jujur, amanat, adil, bersifat kasih sayang, hemat, kuat memelihara ksucian diri (‘afifah) dan menepati janji. Berikut ini akan diuraikan beberapa di antaranya.
1. Bersifat sabar. Mengendalikan diri dari musibah. Termasuk kategori sabar adalah mengendalikan diri dalam perang (berani), mengendalikan diri dari kecemasan (tenang), mengendalikan diri dari banyak berceloteh. Dalam al-Quran Allah swt berfirman “bersabarlah kalian, dan kuatkanlah kesabaranmu, dan tetaplah bersiap-siaga, dan bertaqwalah kepada Allah mudah-mudahan kamu beruntung. Q.S. Ali Imaran :200. Artinya kendalikanlah dirimu untuk beribadah kepada Allah dan berjihadlah melawan hawa nafsu (Muhammad bin ‘Ilan, tt : 137)
Kesabaran ada dua macam ; Pertama, kesabaran yang berkatan dengan fisik, seperti ketabahan dan ketegaran memikul dengan beban. Kedua, sedangkan kesabaran yang sempurna adalah kesabaran yaitu kesabaran yang berkaitan dengan jiwa dalam menahan diri dari berbagai keinginan tabi’at dan tuntutan hawa nafsu (Said Hawwa, 2001 : 371)
2. Jujur. Adalah kesamaan dan keseimbangan antara yang rahasia dengan yang nyata, antara yang dzahir dan yang batin, dimana keadaan seorang hamba tidak mendustakan perbuatannya dan perbuatannya tidak mendustakan keadaannya (Muhammad bin ‘Ilan, tt : 202)
3. Amanah. Amanat dalam arti sempit , memelihara titipan dan mengembalikan kepada pemiliknya dalam bentuk semula. Sedangkan dalam arti luas ialah menyembunyikan rahasia, ikhlas dalam mberi nasehat kepada orang yang memintanya, dan menunaikan tugas yang dibebankan kepadanya (Asfa, 2004 :353)
4. Bersifat hemat. Hemat artinya menggunakansegala sesuatu yang tersedia dari harta bendanya, waktunya, maupun tenaganya menurut ukuran keperluan tanpa berlebih-lebihan. Serta mengambil jalan tengah dimana ia tidak kurang dan tidak berlebihan (Yatimin Abdullah, 2007 : 45)
5. Memelihara kesucian diri (afifah). Artinya menjaga diri dari segala keburukan dan memelihara kehormatan di setiap waktunya (Yatimin Abdullah, 2007 : 46)

Ruang Lingkup Akhlaq
1. Akhlaq kepada Allah
Manusia hadir di atas bumi ini bukanlah sebagai penghias kemegahan ciptaan Allah yang tiada terkira, bukan juga sebagai pelengkap dari keindahan ciptaan-Nya yang tak pernah membosankan untuk dinikmati. Manusia ada dan diadakan oleh Allah tiada lain untuk beribadah kepada-Nya. Maka apa pun dari gerak dan aktivitas kehidupan yang dilakoninya harus membawa dirinya dalam lingkup peribadatan kepada Rabbinya.
Ketika manusia dituntut untuk beribadah kepada Allah dan senantiasa membangun komunikasi dengan Sang Khaliq yang Maha Berkehendak, maka ia wajib memiliki akhlaq di hadapan Allah Yang Maha Quddus. Di antara akhlaq tersebut adalah :
a. Al-Hubb (cinta). Yaitu mencintai Allah swt di atas cinta segala-galanya dengan menjadikan al-Quran sebagai pedoman cintanya, dan bahkan pedoman hidup dan kehidupannya secara keseluruhan. Sebagai bentuk kecintaannya itu diwujudkan dalam pengamalan perintah Allah dan upaya diri menjauhi segala larangannya. Tazhir cintanya digambarkan dalam kesediaan berkorban demi yang dicintainya meskipun pengorbanan itu adalah pengorbanan jiwa.
Ia menundukkan perasaan imaniayah untuk menjadikan Allah semata sebagai yang berhak dicintainya. Cinta kepada Allah adalah cinta yang dihasilkan dari buah pengetahuan
b. Raja’ (harapan). Adalah kesenangan hati untuk menantikan apa yang disenanginya terhadap sesuatu yang memang mungkin baginya, dengan terus berusaha mengikuti petunjuknya dan melewati jalannya. Seperti harapan mendapat rahmat dan maghfirah Allah
c. Syukur. Adalah ungkapan terima kasih kepada Allah atas segala karunia yang telah diberikan, baik dalam ungkapan lisan maupun dalam ungkapan perbuatan.
d. Qana’ah. Menerima apa adanya dengan hati ikhlas dan ridha segala ketetapan Allah kepada dirinya, setelah menunaikan segala usaha yang maksimal.
e. Taubat. Meninggalkan perbuatan buruk masa lalunya, diiringi penyesalan dan tekad yang kuat untuk tidak akan pernah mengulanginya lagi. Selanjutnya ia isi dengan kebaikan dan keshalehan.
f. Tawakkal. Menyerahkan segala urusan dirinya dan menyandarkan segala keadaannya hanya kepada Allah setelah ia melakukan ikhtiar yang maksimal.

2. Akhlaq kepada manusia
Berakhlaq kepada manusia berarti kepada keseluruhan manusia yang terlibat dalam interaksi kehidupan kita baik langsung maupun tidak langsung. Di antara akhlaq kepada manusia adalah.
a. Akhlaq kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw adalah manusia pertama dan yang paling utama kita harus bangun akhlaq terpuji kepadanya. Adapun akhlaq kepada Rasulullah adalah
o Mencintainya di atas segala cinta kita setelah cinta kepada Allah
o Menjadikan diriya sebagai suri tauladan, panutan terbaik dan pemimpin termulia dalam menjalani hidup dan kehidupan
o Mengikuti sunnahnya, yaitu dengan melaksanakan apa yang telah dicontohkannya
b. Akhlaq kepada kedua orangtua.
o Mencintai dan menyayanginya dengan tulus ikhlas di atas cinta kepada orang lain
o Merendahkan suara dan tidak membentaknya
o Senantiasa mengucapkan ucapan yang baik dan terpuji
o Merendahkan diri kepada keduanya dan diiringi dengan kasih sayang
o Mendoakan keduanya agar senantiasa dalam naungan rahmat dan maghfirah Allah baik ketika masih hidup maupun setelah meninggal
c. Akhlaq kepada tetangga
o Menunaikan hak-hak dirinya sebagai tetangga
o Menghormati dirinya sebagai saudara tetangga
o Memberikan kenyamanan, keamanan, dan kedamaian hidup serta tidak mengganggu ketentramannya dengan ulah dan perbuatan kita
o Berbagi rezki kepadanya
d. Akhlaq kepada guru
o Mencintainya dengan tulus ikhlas sebagai pengganti orangtua
o Mendengarkan wejangan ilmu dan nasehatnya dengan ikhlas
o Berlaku sopan (kata dan tingkah laku) baik di hadapannya maupun ketika tidak bersama dengannya
o Tidak merendahkan martabatnya
e. Akhlaq kepada sesama muslim
o Menghormati perasaannya dengan cara yang baik sesuai tuntunan agama
o Menjawab salam apabila memberi salam
o Memaafkan kesalahannya, minta maaf ataupun tidak
o Memberinya nasehat jika ia minta nasehat
o Tidak menggunjingnya dan menggibahnya (gosip),
o Tidak berburuk sangka dan selalu berpikiran positif kepadanya
o Senantiasa melihat kebaikannya dan tidak mencari-cari kesalahannya
o Mentasymit (mengucapkan yarhamukallah) jika ia bersin dan menngucapkan hamdalah
f. Akhlaq kepada diri sendiri
o Menjaga kesucian diri (lahiriah dan bathiniyah)
o Menutup aurat dari bagian tubuh yang tidak boleh nampak dihadapan orang lain yang bukan muhrim sesuai syariat
o Senantiasa menjaga kesehatan diri
o Mengkonsumsi makanan halal lagi baik dan menjauhi yang haram
o Jujur pada diri sendiri
o Menyesuaikan perbuatan dengan perkataan
o Malu melakukan perbuatan dosa, baik dosa kecil apalagi dosa besar
o Menjauhi perbuatan yang sia-sia dan tidak memberi manfaat
o Banyak menangis dan mengurani ketawa
o Tidak membawa dirinya dalam kehancuran dan kebinasaan
Akhlaq Dalam Islam
Salah satu komponen penting yang harus dibangun pada diri seorang muslim adalah akhlaq. Allah swt mengutus Rasulullah saw salah satu tujuan utamanya adalah menyempurnakan akhlaq manusia menjadi akhlaq yang mulia.
عن أبى هريرة رضى الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلمانما بعثت لاتمم مكارم الاخلاق
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlaq HR. Al-Baihaqy

Kesempurnaan pelaksanaan Islam seorang Muslim apabila aspek akidah atau iman, ibadah dan akhlaq tertanam kuat dalam dirinya dan tercipta dalam kata dan perbuatannya. Urgensitas akhlaq dapat dipahami dari salah satu tujuan risalah da’wah Muhammad, yaitu membagun akhlaq mulia bagi umat manusia.
Akhlaq berasal dari bahasa arab khuluq.kata khuluq sering diartikan dengan moral, budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalakun yang berarti kejadian, serta erat hubungan dengan Khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan. Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara Khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk.
Kata khuluq ditemui dalam al-Quran pada surat al-Qalam ayat 4 : وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ Sesungguhnya engkau (muhammad) benar-benar memiliki akhlaq yang mulia.
Imam Al-Gazali mengartikan akhlaq sebagai suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang mudah dilakukan, tanpa terlalu banyak pertimbangan dan pemikiran yang lama.
Mengaitkan arti kebahasaan dengan apa yang didefenisikan imam al-Gazali, akan memberikan makna substantif yang saling melengkapi, yang di dalamnya kita akan menemukan setidaknya lima ciri perbuatan akhlaq, yaitu :
Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
Kedua, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan.
Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara
Keempat, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Kelima, akhlaq memiliki sandaran yang jelas yaitu al-Quran dan sunnah. Sehingga ukuran baik tidaknya sebuah akhlaq berdasarkan ketersesuiannya dengan al-quran dan sunnah.
Meskipun akhlaq memiliki kedekatan makna dengan moral, budi pekerti, tetapi pada dasarnya memiliki perbedaan dan ketidaksamaan. Antara lain ;
1. Akhlaq dalam Islam senantiasa berdasarkan nilai-nilai al-Quran dan sunnah. Sebab itu, ia bersifat universal. Misalnya akhlaq orang Islam Amerika sama dengan akhlaqnya orang Islam di Arab, Afrika, maupun di Indonesia. Berbeda dengan moral, etika atau budi pekerti adalah kebaikan yang lahir dari kesepakatan budaya sekelompok manusia tertentu. Sebab itu, kadangkala ada perbuatan menurut orang Amerika adalah baik dan beretika, tetapi tidak bagi orang Asia.
2. Akhlaq dilaksanakan dengan keikhlasan diri yang tujuannya semata mengharapkan ridha Allah swt. Sedangkan budi pekerti, etika tidak selamanya demikian.
3. Yang baik menurut akhlaq adalah segala sesuatu yang berguna sesuai dengan nilai dan norma agama Islam dan memberikan kebaikan bagi diri dan orang lain. sedangkan yang menentukan baik buruknya suatu perbuatan menurut etika dan moral adalah adat istiadat dan kebiasaan sekelompok orang tertentu di waktu tertentu
4. Akhlaq bersifat mutlak dan berlaku selamanya, sedangkan etika, moral dan budi pekerti bersifat nisbi atau relatif

Akhlaq Terpuji
Secara garis besar akhlaq digolongkan oleh ulama ke dalam dua golongan ; yaitu akhlaq mahmudah (terpuji) dan akhlaq mazmumah (tercela). Akhlaq terpuji ialah segala macam sikap dan tingkah laku baik yang dilahirkan oleh sifat-sifat mahmudah yang terpendam dalam jiwa manusia. Di antara sifat-sifat mahmudah adalah; amanat (setia, dan dapat dipercaya), jujur, adil, pemaaf dll. (Yatimin Abdullah, 2007 : 25)
Sesuatu yang terpuji makna baik. Baik untuk diri yang melakukan dan juga memberikan kebaikan kepada orang lain.
Sesuatu dapat dikatakan baik jika memberikan kesenangan, kepuasan, kenikmatan, sesuai yang diharapkan, dinilai positif oleh orang (Yatimin Abdullah, 2007 : 39). Jauh dari hal-hal yang dapat menimbulkan mudharat. Namun kepuasan dan kenikmatan yang dimaksud tidak berlebihan yang menyebabkan melampau batas kewajaran.
Ada beberapa bentuk akhlaq mahmudah (terpuji) adalah; seperti sabar, jujur, amanat, adil, bersifat kasih sayang, hemat, kuat memelihara ksucian diri (‘afifah) dan menepati janji. Berikut ini akan diuraikan beberapa di antaranya.
1. Bersifat sabar. Mengendalikan diri dari musibah. Termasuk kategori sabar adalah mengendalikan diri dalam perang (berani), mengendalikan diri dari kecemasan (tenang), mengendalikan diri dari banyak berceloteh. Dalam al-Quran Allah swt berfirman “bersabarlah kalian, dan kuatkanlah kesabaranmu, dan tetaplah bersiap-siaga, dan bertaqwalah kepada Allah mudah-mudahan kamu beruntung. Q.S. Ali Imaran :200. Artinya kendalikanlah dirimu untuk beribadah kepada Allah dan berjihadlah melawan hawa nafsu (Muhammad bin ‘Ilan, tt : 137)
Kesabaran ada dua macam ; Pertama, kesabaran yang berkatan dengan fisik, seperti ketabahan dan ketegaran memikul dengan beban. Kedua, sedangkan kesabaran yang sempurna adalah kesabaran yaitu kesabaran yang berkaitan dengan jiwa dalam menahan diri dari berbagai keinginan tabi’at dan tuntutan hawa nafsu (Said Hawwa, 2001 : 371)
2. Jujur. Adalah kesamaan dan keseimbangan antara yang rahasia dengan yang nyata, antara yang dzahir dan yang batin, dimana keadaan seorang hamba tidak mendustakan perbuatannya dan perbuatannya tidak mendustakan keadaannya (Muhammad bin ‘Ilan, tt : 202)
3. Amanah. Amanat dalam arti sempit , memelihara titipan dan mengembalikan kepada pemiliknya dalam bentuk semula. Sedangkan dalam arti luas ialah menyembunyikan rahasia, ikhlas dalam mberi nasehat kepada orang yang memintanya, dan menunaikan tugas yang dibebankan kepadanya (Asfa, 2004 :353)
4. Bersifat hemat. Hemat artinya menggunakansegala sesuatu yang tersedia dari harta bendanya, waktunya, maupun tenaganya menurut ukuran keperluan tanpa berlebih-lebihan. Serta mengambil jalan tengah dimana ia tidak kurang dan tidak berlebihan (Yatimin Abdullah, 2007 : 45)
5. Memelihara kesucian diri (afifah). Artinya menjaga diri dari segala keburukan dan memelihara kehormatan di setiap waktunya (Yatimin Abdullah, 2007 : 46)

Ruang Lingkup Akhlaq
1. Akhlaq kepada Allah
Manusia hadir di atas bumi ini bukanlah sebagai penghias kemegahan ciptaan Allah yang tiada terkira, bukan juga sebagai pelengkap dari keindahan ciptaan-Nya yang tak pernah membosankan untuk dinikmati. Manusia ada dan diadakan oleh Allah tiada lain untuk beribadah kepada-Nya. Maka apa pun dari gerak dan aktivitas kehidupan yang dilakoninya harus membawa dirinya dalam lingkup peribadatan kepada Rabbinya.
Ketika manusia dituntut untuk beribadah kepada Allah dan senantiasa membangun komunikasi dengan Sang Khaliq yang Maha Berkehendak, maka ia wajib memiliki akhlaq di hadapan Allah Yang Maha Quddus. Di antara akhlaq tersebut adalah :
a. Al-Hubb (cinta). Yaitu mencintai Allah swt di atas cinta segala-galanya dengan menjadikan al-Quran sebagai pedoman cintanya, dan bahkan pedoman hidup dan kehidupannya secara keseluruhan. Sebagai bentuk kecintaannya itu diwujudkan dalam pengamalan perintah Allah dan upaya diri menjauhi segala larangannya. Tazhir cintanya digambarkan dalam kesediaan berkorban demi yang dicintainya meskipun pengorbanan itu adalah pengorbanan jiwa.
Ia menundukkan perasaan imaniayah untuk menjadikan Allah semata sebagai yang berhak dicintainya. Cinta kepada Allah adalah cinta yang dihasilkan dari buah pengetahuan
b. Raja’ (harapan). Adalah kesenangan hati untuk menantikan apa yang disenanginya terhadap sesuatu yang memang mungkin baginya, dengan terus berusaha mengikuti petunjuknya dan melewati jalannya. Seperti harapan mendapat rahmat dan maghfirah Allah
c. Syukur. Adalah ungkapan terima kasih kepada Allah atas segala karunia yang telah diberikan, baik dalam ungkapan lisan maupun dalam ungkapan perbuatan.
d. Qana’ah. Menerima apa adanya dengan hati ikhlas dan ridha segala ketetapan Allah kepada dirinya, setelah menunaikan segala usaha yang maksimal.
e. Taubat. Meninggalkan perbuatan buruk masa lalunya, diiringi penyesalan dan tekad yang kuat untuk tidak akan pernah mengulanginya lagi. Selanjutnya ia isi dengan kebaikan dan keshalehan.
f. Tawakkal. Menyerahkan segala urusan dirinya dan menyandarkan segala keadaannya hanya kepada Allah setelah ia melakukan ikhtiar yang maksimal.

2. Akhlaq kepada manusia
Berakhlaq kepada manusia berarti kepada keseluruhan manusia yang terlibat dalam interaksi kehidupan kita baik langsung maupun tidak langsung. Di antara akhlaq kepada manusia adalah.
a. Akhlaq kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw adalah manusia pertama dan yang paling utama kita harus bangun akhlaq terpuji kepadanya. Adapun akhlaq kepada Rasulullah adalah
o Mencintainya di atas segala cinta kita setelah cinta kepada Allah
o Menjadikan diriya sebagai suri tauladan, panutan terbaik dan pemimpin termulia dalam menjalani hidup dan kehidupan
o Mengikuti sunnahnya, yaitu dengan melaksanakan apa yang telah dicontohkannya
b. Akhlaq kepada kedua orangtua.
o Mencintai dan menyayanginya dengan tulus ikhlas di atas cinta kepada orang lain
o Merendahkan suara dan tidak membentaknya
o Senantiasa mengucapkan ucapan yang baik dan terpuji
o Merendahkan diri kepada keduanya dan diiringi dengan kasih sayang
o Mendoakan keduanya agar senantiasa dalam naungan rahmat dan maghfirah Allah baik ketika masih hidup maupun setelah meninggal
c. Akhlaq kepada tetangga
o Menunaikan hak-hak dirinya sebagai tetangga
o Menghormati dirinya sebagai saudara tetangga
o Memberikan kenyamanan, keamanan, dan kedamaian hidup serta tidak mengganggu ketentramannya dengan ulah dan perbuatan kita
o Berbagi rezki kepadanya
d. Akhlaq kepada guru
o Mencintainya dengan tulus ikhlas sebagai pengganti orangtua
o Mendengarkan wejangan ilmu dan nasehatnya dengan ikhlas
o Berlaku sopan (kata dan tingkah laku) baik di hadapannya maupun ketika tidak bersama dengannya
o Tidak merendahkan martabatnya
e. Akhlaq kepada sesama muslim
o Menghormati perasaannya dengan cara yang baik sesuai tuntunan agama
o Menjawab salam apabila memberi salam
o Memaafkan kesalahannya, minta maaf ataupun tidak
o Memberinya nasehat jika ia minta nasehat
o Tidak menggunjingnya dan menggibahnya (gosip),
o Tidak berburuk sangka dan selalu berpikiran positif kepadanya
o Senantiasa melihat kebaikannya dan tidak mencari-cari kesalahannya
o Mentasymit (mengucapkan yarhamukallah) jika ia bersin dan menngucapkan hamdalah
f. Akhlaq kepada diri sendiri
o Menjaga kesucian diri (lahiriah dan bathiniyah)
o Menutup aurat dari bagian tubuh yang tidak boleh nampak dihadapan orang lain yang bukan muhrim sesuai syariat
o Senantiasa menjaga kesehatan diri
o Mengkonsumsi makanan halal lagi baik dan menjauhi yang haram
o Jujur pada diri sendiri
o Menyesuaikan perbuatan dengan perkataan
o Malu melakukan perbuatan dosa, baik dosa kecil apalagi dosa besar
o Menjauhi perbuatan yang sia-sia dan tidak memberi manfaat
o Banyak menangis dan mengurani ketawa
o Tidak membawa dirinya dalam kehancuran dan kebinasaan

Minggu, 20 September 2009

MATERI II : Hakekat Penciptaan Manusia

A. Tujuan Hidup Manusia
Allah swt menciptakan makhluknya (termasuk di dalamnya manusia), tidak dengan kesia-siaan. Atau tidaklah manusia diciptakan sebatas untuk menikmati kehidupan dunia dan segala keindahannya. Pada hakekatnya Allah swt menciptkan manusia tujuan utamanya adalah beribadah kepada-Nya.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya : Dan tiadalah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah(Q.S. Az-Zariyat : 56)
Siapa pun yang merasa dan menyadari dirinya sebagai makhluk yang diciptakan, maka ia berkewajiban untuk beribadah kepada Pencitanya, terlebih Sang Penciptanya itu satu-satunya Dzat tempat kembali. Maka ia wajib mengesakan-Nya dalam beribadah kepada-Nya.
Jika tujuan utama manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah, ini berarti kita wajib beribadah kepada Allah swt dalam keseluruhan hidup kita. Di mana pun dan kapan pun kita berada maka kita wajib beribadah. Ibadah tidak memiliki batasan waktu dan tempat, ia menjadi bagian yang integratif dalam setiap gerak dan akitifitas fisik, gerak lisan, dan gerak hati.

B. Ibadah
1. Arti Ibadah
Ibadah berasal dari bahasa Arab abada, ya’budu artinya menyembah. Jika dikatakan ibadah kepada Allah swt berarti menyembah Allah swt, dan tiada seorang pun yang disembah selain-Nya. Jika ibadah dimaknai dengan menyembah Allah, maka pelaksanaan ibadah tidak hanya terbatas pada wilayah ibadah-ibadah mahdhah saja, seperti shalat, puasa, zakat, haji, baca Al-Quran, tetapi mencakup segala aktivitas kehidupan yang dijalani, selama di dalamnya mengandung nilai penyembahan kepada Allah semata. Sebab itu ibadah dalam arti yang komprehensif adalah segalah aktivitas kebaikan yang dilakukan yang tujuannya hanyalah mencapai ridha Allah swt.
Menurut Ibnu Qayyim ibadah memiliki dua dasar utama ; pertama kecintaan. Kedua kerendahan diri dan ketundukan. Cinta tanpa ketundukan, atau ketundukan tanpa cinta belumlah seseorang bisa dikatakan sebagai hamba Allah. Seorang hamba akan benar-benar menjadi hamba Allah jika ia telah memadukan dalam dirinya antara kecintaan dan ketundukan kepada-Nya.


2. Jenis Ibadah
Ada dua jenis ibadah; pertama ibadah individu, kedua ibadah sosial. Ibadah individu adalah ibadah perorangan yang dilaksanakan seorang hamba kepada Allah, dimana komunikasinya antara dirinya dengan Tuhannya. Sehingga kebaikan dan pahala dari ibadahnya itu hanya untuk dirinya sendiri. Seperti shalat, membaca al-Quran. Sedangkan ibadah sosial adalah ibadah yang memiliki hubungan dan keterkaitan dengan orang lain, sehingga kebaikan dan pahalanya dicapai dari keterlibatan orang lain. seperti membantu seseorang dari kesulitannya, memberi makan orang yang lapar, menghormati tetangga, tertib di jalan dsb.
Untuk meraih kesempurnaan ibadah, maka kedua jenis ibadah ini harus terintegrasikan secara kuat dalam diri, dan dilaksanakan secara bersamaan tanpa ada dikotomi dan pemisahan keduanya.
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ
Mereka akan ditimpa kehinaan di mana pun mereka berada, kecuali membangun hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia (Q.S. Ali Imran: 112)

3. Prinsip Pelaksanaan Ibadah
Prinsip utama pelaksanakan ibadah adalah menyembah dan mengikuti apa yang telah diperintahkan Allah dan dicontohkan Rasulullah saw. Menurut As-Syatibi, dasar dalam ibadah adalah mengikuti (ittiba’) dan menyembah semata-mata karena Allah swt. sehingga ketika kita akan memahami hikmah dari ibadah, maka hikmahnya itu adalah melaksanakan perintah Allah, taat, mengagungkan, dan menghadap hanya kepada-Nya saja.
Dalam bersuci misalnya, kita mendapatkannya dimana ia terkadang tidak selaras dengan tempat yang mewajibkannya, seperti kewajiban mandi setelah berhubungan suami istri. Wanita haid dan nifas dilarang shalat dan puasa tetapi puasa yang ditinggalkan wajib diqadha(ganti) sedangkan shalat tidak. Tayammum dengan debu yang tidak memiliki kebersihan nyata dapat menggantikan bersuci dengan air suci.
Meskipun dasar dalam ibadah adalah menyembah tanpa melihat kepada makna dan maksud, bukan berarti ibadah tidak memiliki maksud sama sekali. Segala hal yang disyariatkan oleh Allah pasti memiliki hikmah dan maslahat. Sesungguhnya Allah swt menyariatkan sesuatu kepada manusia tidak dengan sia-sia dan sewenang-wenang. Sebagaimana Allah juga tidak menciptkan sesuatu dengan main-main dan penuh kebatilan dan kesia-siaan.
Hanya saja perlu dibedakan antara dasar dan tujuan pelaksanaan ibadah dengan hikmah dan atsar yang dimunculkan dari pelaksanaan. Sehingga tidak terjadi kerancuan dalam menjalankan ibadah.
Bersedekah misalkan, adalah ibadah yang kita laksanakan karena mengikuti perintah Allah dan Rasulnya yang bertujuan mengharap ridha Allah. meskipun memang Rasulullah dalam beberapa sabdanya menyatakan bahwa siapa yang gemar bersedakah akan memudahkan rezkinya. Tetapi tujuan atau orientasi sedekah bukan untuk mendapatkan rezki yang banyak.
Demikian pula ibadah puasa, shalat menurut hasil penelitian memiliki pengaruh dan hikmah bagi kesehatan, dimana dengan shalat akan menyembuhkan penyakit tertentu. tetapi bukanlah itu tujuan orang melaksanakan shalat dan puasa. Tetapi ibadah dilaksanakan semata karena perintah Allah. Adapun pengaruh positif yang ditimbulkan itu hanyalah hikmah yang tidak bersifat mutlak.
A. Tujuan Hidup Manusia
Allah swt menciptakan makhluknya (termasuk di dalamnya manusia), tidak dengan kesia-siaan. Atau tidaklah manusia diciptakan sebatas untuk menikmati kehidupan dunia dan segala keindahannya. Pada hakekatnya Allah swt menciptkan manusia tujuan utamanya adalah beribadah kepada-Nya.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya : Dan tiadalah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah(Q.S. Az-Zariyat : 56)
Siapa pun yang merasa dan menyadari dirinya sebagai makhluk yang diciptakan, maka ia berkewajiban untuk beribadah kepada Pencitanya, terlebih Sang Penciptanya itu satu-satunya Dzat tempat kembali. Maka ia wajib mengesakan-Nya dalam beribadah kepada-Nya.
Jika tujuan utama manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah, ini berarti kita wajib beribadah kepada Allah swt dalam keseluruhan hidup kita. Di mana pun dan kapan pun kita berada maka kita wajib beribadah. Ibadah tidak memiliki batasan waktu dan tempat, ia menjadi bagian yang integratif dalam setiap gerak dan akitifitas fisik, gerak lisan, dan gerak hati.

B. Ibadah
1. Arti Ibadah
Ibadah berasal dari bahasa Arab abada, ya’budu artinya menyembah. Jika dikatakan ibadah kepada Allah swt berarti menyembah Allah swt, dan tiada seorang pun yang disembah selain-Nya. Jika ibadah dimaknai dengan menyembah Allah, maka pelaksanaan ibadah tidak hanya terbatas pada wilayah ibadah-ibadah mahdhah saja, seperti shalat, puasa, zakat, haji, baca Al-Quran, tetapi mencakup segala aktivitas kehidupan yang dijalani, selama di dalamnya mengandung nilai penyembahan kepada Allah semata. Sebab itu ibadah dalam arti yang komprehensif adalah segalah aktivitas kebaikan yang dilakukan yang tujuannya hanyalah mencapai ridha Allah swt.
Menurut Ibnu Qayyim ibadah memiliki dua dasar utama ; pertama kecintaan. Kedua kerendahan diri dan ketundukan. Cinta tanpa ketundukan, atau ketundukan tanpa cinta belumlah seseorang bisa dikatakan sebagai hamba Allah. Seorang hamba akan benar-benar menjadi hamba Allah jika ia telah memadukan dalam dirinya antara kecintaan dan ketundukan kepada-Nya.


2. Jenis Ibadah
Ada dua jenis ibadah; pertama ibadah individu, kedua ibadah sosial. Ibadah individu adalah ibadah perorangan yang dilaksanakan seorang hamba kepada Allah, dimana komunikasinya antara dirinya dengan Tuhannya. Sehingga kebaikan dan pahala dari ibadahnya itu hanya untuk dirinya sendiri. Seperti shalat, membaca al-Quran. Sedangkan ibadah sosial adalah ibadah yang memiliki hubungan dan keterkaitan dengan orang lain, sehingga kebaikan dan pahalanya dicapai dari keterlibatan orang lain. seperti membantu seseorang dari kesulitannya, memberi makan orang yang lapar, menghormati tetangga, tertib di jalan dsb.
Untuk meraih kesempurnaan ibadah, maka kedua jenis ibadah ini harus terintegrasikan secara kuat dalam diri, dan dilaksanakan secara bersamaan tanpa ada dikotomi dan pemisahan keduanya.
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ
Mereka akan ditimpa kehinaan di mana pun mereka berada, kecuali membangun hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia (Q.S. Ali Imran: 112)

3. Prinsip Pelaksanaan Ibadah
Prinsip utama pelaksanakan ibadah adalah menyembah dan mengikuti apa yang telah diperintahkan Allah dan dicontohkan Rasulullah saw. Menurut As-Syatibi, dasar dalam ibadah adalah mengikuti (ittiba’) dan menyembah semata-mata karena Allah swt. sehingga ketika kita akan memahami hikmah dari ibadah, maka hikmahnya itu adalah melaksanakan perintah Allah, taat, mengagungkan, dan menghadap hanya kepada-Nya saja.
Dalam bersuci misalnya, kita mendapatkannya dimana ia terkadang tidak selaras dengan tempat yang mewajibkannya, seperti kewajiban mandi setelah berhubungan suami istri. Wanita haid dan nifas dilarang shalat dan puasa tetapi puasa yang ditinggalkan wajib diqadha(ganti) sedangkan shalat tidak. Tayammum dengan debu yang tidak memiliki kebersihan nyata dapat menggantikan bersuci dengan air suci.
Meskipun dasar dalam ibadah adalah menyembah tanpa melihat kepada makna dan maksud, bukan berarti ibadah tidak memiliki maksud sama sekali. Segala hal yang disyariatkan oleh Allah pasti memiliki hikmah dan maslahat. Sesungguhnya Allah swt menyariatkan sesuatu kepada manusia tidak dengan sia-sia dan sewenang-wenang. Sebagaimana Allah juga tidak menciptkan sesuatu dengan main-main dan penuh kebatilan dan kesia-siaan.
Hanya saja perlu dibedakan antara dasar dan tujuan pelaksanaan ibadah dengan hikmah dan atsar yang dimunculkan dari pelaksanaan. Sehingga tidak terjadi kerancuan dalam menjalankan ibadah.
Bersedekah misalkan, adalah ibadah yang kita laksanakan karena mengikuti perintah Allah dan Rasulnya yang bertujuan mengharap ridha Allah. meskipun memang Rasulullah dalam beberapa sabdanya menyatakan bahwa siapa yang gemar bersedakah akan memudahkan rezkinya. Tetapi tujuan atau orientasi sedekah bukan untuk mendapatkan rezki yang banyak.
Demikian pula ibadah puasa, shalat menurut hasil penelitian memiliki pengaruh dan hikmah bagi kesehatan, dimana dengan shalat akan menyembuhkan penyakit tertentu. tetapi bukanlah itu tujuan orang melaksanakan shalat dan puasa. Tetapi ibadah dilaksanakan semata karena perintah Allah. Adapun pengaruh positif yang ditimbulkan itu hanyalah hikmah yang tidak bersifat mutlak.

Selasa, 15 September 2009

MATERI I : Prinsip-Prinsip Ajaran Islam

A. Mengenal Hakekat Islam
Islam merupakan agama terakhir yang diturunkan Allah swt kepada Nabi Muhammad bin Abdullah saw. Sebagai agama samawi yang terakhir, Islam hadir sebagai agama yang berlaku sepanjang zaman dan di setiap waktu dan tempat. Ajarannya sempurna dan menyempurnakan. Sempurna karena mencakup segala aspek kehidupan, dan menyempurnakan agama samawi yang telah datang sebelumnya. Islam adalah agama yang universal. Ajarannya integratif antara satu dengan yang lainnya, seimbang secara proporsional, dan tidak memisahkan urasan duniawi dengan urusan ukhrawi.
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Q.S. Al-Qashas : 77

1. Makna Islam
a. Lafadz (kata) Islam Dalam Al-Quran
Kata Islam berasal dari bahasa Arab aslama – yaslimu – islaman. Secara lafziyah (kata), Al-Quran menyebutkannya di beberapa tempat dengan arti yang berbeda ;

1. Menundukkan wajah. Q.S. An-Nisa (4) ayat 125.

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
Artinya : Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menundukkan wajahnya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.

Abu Ja’far At-Thabary menafsirkan ayat ini dengan indah bahwa, siapakah yang paling baik jalannya, dan paling lurus tuntunannya selain orang yang menundukkan wajahnya sebagai wujud penyerahan diri kepada Allah, ia terpimpin kepada-Nya di dalam ketaatan, membenarkan Nabi Allah Muhammad saw serta apa yang dibawa dari Tuhannya. Senantiasa mengerjakan apa yang diperintahkan Tuhannya, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram (At-Thabary, 2000 : 98)

2. Berserah Diri. Q.S. Ali Imran (3) : 83
أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
Artinya : Apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, Padahal kepada-Nya-lah
menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.

3. Suci/bersih. Q.S. As-Syu’ara (26) : 88-89
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ * إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
Artinya : hari (akhirat) tiada lagi bermanfaat harta dan anak-anak. Kecuali siapa yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih

4. Selamat Sejahtera. Q.S. Al-An’am (6) : 54
َإِذَا جَاءَكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِآَيَاتِنَا فَقُلْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ
Artinya : Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu data kepadamu, Maka katakanlah: "Salaamun alaikum[Mudah-mudahan Allah melimpahkan Kesejahteraan atas kamu. Tuhanmu telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang

5. Kedamaian. Q.S. Muhammad (47) : 35
فَلَا تَهِنُوا وَتَدْعُوا إِلَى السَّلْمِ وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ وَاللَّهُ مَعَكُمْ وَلَنْ يَتِرَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
Artinya : Janganlah kamu lemah dan minta damai Padahal kamulah yang di atas dan
Allah pun bersamamu dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi pahala amal-amalmu.

Dari kelima arti lafziyah Islam ini, dapat dipahami bahwa kata Islam selalu bermakna kebaikan. Yaitu kebaikan yang agung karena bersifat universal. Tidak hanya untuk dinikmati diri pribadi seseorang, tetapi juga diperuntukkan untuk orang. Kebaikan tersebut bukan hanya untuk komunitas dan kelompok tertentu, tetapi kepada seluruh ummat manusia. Inilah arti kebaikan yang rahmatan lil ‘alamin (kasih sayang untuk seluruh alam).
Lima arti Islam ini merepresentasikan nilai-nilai keshalehan yang sempurna yang mencakup keshalehan sosial dan keshalehan individu secara integratif. Di satu sisi Islam mengajarkan kepada kita arti penting kepasrahan dan ketundukan kepada Yang Maha Berkehendak, kepasrahan yang tiada daya dan kekuatan selain kekuatan-Nya. Dengan ketundukan dan penyerahan diri secara bulat kepada Allah akan membawa kepada kedamaian hati dan ketenteraman jiwa. Pada sisi yang lain menekankan pentingnya menjaga kebersamaan sesama manusia dalam naungan damai dan kecintaan. Menciptakan keselamatan secara menyeluruh.
b. Islam menurut Hadits Rasulullah saw
Menyelami samudra hadits yang begitu luas, ada beberapa hadits yang mengetengahkan pengertian Islam, di antaranya ;
Pertama; Islam adalah salah lima waktu. hadits dari Talhah bin Abuidillah berkata; seseorang (laki-laki) datang kepada Rasulullah saw dan bertanya tentang Islam. Lantas Rasulullah saw mengatakan bahwa Islam itu adalah shalat lima waktu siang dan malam. Ia ditanya, apakah ada selainnya ?. Ia menjawab; tidak ! kecuali kamu menunaikan yang sunnat dan beliau juga menyebutkan kepadanya zakat. Laki-laki bertanya lagi, apakah ada selain hal itu? Beliau menjawab; tidak ada kecuali kamu menunaikan yang sunnat. Rasulullah kemudian meninggalkannya dan berkata; aku tidak akan menambah dan menguranginya lagi, maka beruntunglah orang yang menpercayainya. Hadits riwayat imam enam kecuali Tirmizy.
Kedua. Mua’wiyah bin Haedah pernah berkata : sesungguhnya aku bertanya kepadamu dengan wajah Allah dengan apa Allah mengutusmu kepada kami? Beliau berkata; dengan Islam. Aku bertanya lagi; dan apa tanda-tanda Islam? Beliau berkata ; kamu katakan! Aku menyerahkan diri kepada Allah semata, menunaikan shalat, mengeluarkan zakat, ......Hadits riwayat An-Nasay.
Ketiga. Dari Abdullah bin Umar menyebutkan bahwa Malaikat Jibril datang bertanya kepada Rasulullah tentang Islam, maka beliau menjawab Islam itu adalah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, menunaikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan ramadhan, dan berhaji bagi yang mampu.
Dari ketiga hadits tersebut, hadits ketiga mencakup secara keseluruhan makna Islam. Hadits inilah juga menjadi dalil rukun Islam.
Dengan demikian dapat dipahami bahwasanya Islam adalah agama yang mengajarkan kebenaran, mengajarkan kebaikan dan keindahan yang berdasarkan al-Quran dan sunnah rasulullah saw. Islam adalah agama yang menentang kedzaliman, penyimpangan, penindasan, kekerasan, dan segalah bentuk kejahiliyahan (kebodohan). Islam menentang segala bentuk kejahiliyahan yang terjadi di masyarakat.
Ketika Abu Dzar al-Ghifari, salah seorang sahabat Rasulullah saw melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan Islam, ia ditegur dengan keras oleh Rasulullah saw, : “sesungguhnya pada perbuatanmu itu adalah kejahiliyahan”. Sekecil apapun dari perbuatan manusia jika bertentangan dengan Islam dapat dikategorikan sebagai perbuatan jahiliyah.

Sebab itu dapatlah dikatakan bahwa Islam adalah gabungan dari ayat-ayat Al-Quran, hadits Nabi dan nash nash yang ditafsirkan oleh akal pikiran melalui batasan bahasa dan kaidah-kaidahnya
2. Universalitas Islam (syumuliatul Islam)
Menurut Abu A’la Al-Maududi dalam bukunya Cara Hidup Islam (tt:3) menggambarkan bahwa ciri utama ajaran Islam tidak membenarkan suatu pertentangan dan juga pemisahan antara kehidupan ruhani dengan kehidupan duniawi. Islam tidak membatasi dirinya untuk membina ketinggian kerohanian dan akhlaq semata. Sesungguhnya ruang lingkup yang dikemukakannya mencakup semua bidang kehidupan manusia.
Universalitas artinya mencakup segala aspek dan urusan kehidupan manusia. Islam tidak hanya berbicara tentang akhirat, tetapi juga tentang dunia. Islam tidak hanya berbicara dimensi ruhiyah semata sehingga ia terbang kelangit sana, tetapi juga berbicara tentang realitas dan berpijak di bumi. Islam berbicara tentang hubungan hamba dengan Tuhannya, juga hubungannya dengan sesama hamba Allah. islam berbicara tentang ibadah mahdhah seperti shalat, puasa ataupun zakat juga berbicara tentang ekonomi, sosial, maupun politik.
Universalias merupakan salah satu karakter Islam yang sangat istimewa jika dibandingkan dengan syariat agama dan tatanan buatan manusia. Realitas Islam telah adalah bukti. Baik teori maupun prakteknya telah menunjukkan semua itu. Tiada keraguan di dalamnya sebagai petunjuk, furqan (pembeda antara hak dan bathil), penawar, dan rahmat. Tiada seorang pun yang meragukannya kecuali orang yang ingkar, sombong, atau mereka yang tidak memahami Islam dengan pemahaman benar sebagaimana islam diturunkan dan diamalkan oleh generasi terbaik.
Universalitas Islam berarti memiliki jangkauan yang panjang sehingga berlaku sepanjang zaman. Mempunyai jangkauan yang sangat lebar sehingga berlaku bagi seluruh ummat. Dan jangkauan yang sangat dalam sehingga mencakup seluruh urusan dunia dan akhirat. Maka sebagai sistem yang universal, Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlaq dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah benar tidak kurang dan tidak lebih (Al-Wasyli, 2001 :33).
Al-Quran sebagai referensi utama dan pertama syariat Islam, di dalamnya termaktub ayata-ayat yang berbicara secara global kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Beberapa aspek tersebut tergambar pada ayat-ayat berikut ;
1. Islam sebagai negara dan berbicara tentang kenegaraan, dengan adanya perintah untuk selalu bermusyawarah (Q.S. 3 : 159). Selain itu mizan (neraca)yang termaktub dalam al-Quran memberikan isyarat untuk berlaku adil antar sesama manusia dalam memberlakukan hukum hukum padanya.
2. Islam berbicara kepemimpinan dengan diperintahkannya mengikuti pemimpin (Q.S. 4 : 59).
3. Islam adalah ekonomi dan berbicara tentang perokonomian (Q.S. Al-Baqarah :
4. Islam adalah kasih sayang dan rahmat (Q.S. Ghafir : 7)
5. Islam dan hubungan dengan non-Muslim (Q.S. Al-Mumtahanah : 8)
6. Islam dan utang piutang (Q.S. Al-Baqarah : 282)
7. Islam berbicara masa menyusui (Q.S. Al-Baqarah : 232)
8. Islam berbicara tentang wanita haid (Q.S. Al-Baqarah :222) dll.

Sayyid Hawwa (1987 :10) merincikan universalitas Islam sebagai berikut :
• Islam adalah aqidah yang tergambar dalam dua kalimat syahadat dan rukun Iman yang enam.
• Islam adalah ibadah yang tergambar dalam shalat, zakat, puasa, dan haji. Islam adalah
• Bahwasanya Islam adalah bangunan yang berdiri di atas kedua pondasi (aqidah dan ibadah). Bangunan itu adalah manhaj (konsep) hidup menurut Islam. Seperti konsep politik, konsep ekonomi, konsep moral, konsep kemiliteran, konsep sosial dsb.
• Dan Bahwasanya Islam memiliki penopang sebagai jalan untuk bisa menunaikan Islam. Seperti jihad, amar ma’ruf nahi mungkar.


Islam Penopang Jihad, Amar maruf dan nahi mungkar, hukum
Bina (bangunan) Konsep hidup Konsep politik, ekonomi, sosial, moral, militer, pendidikan, budaya dsb.
Arkan (landasan) Ibadah Shalat, puasa, zakat, dan haji
Aqidah Dua kalimat syahadat dan enam rukun Iman

3. Sumber Utama Ajaran Islam
Sumber (referensi) tertinggi dalam Islam dibatasi oleh dua sumber ilahi yang ma’sum. Yaitu al-Quran dan sunnah Nabi saw. Keduanya bersumber dari satu sumber dan satu rujukan, yakni wahyu Ilahi, baik berupa wahyu yang jelas dan terbaca yakni al-Quran ataupun wahyu yang tidak jelas dan tidak terbaca yakni sunnah Rasulullah saw (Qardhawi, 1997 : 7).
Islam dipahami dan diamalkan dari kedua sumber utama ini. Kitab suci Al-Quran yang memuat firman Allah swt, dan hadits yang memuat sunnah rasulullah saw. Keduanya wajib menjadi bagian dari diri dalam menjalani hidup. Keselamatan dan hidup di dunia dan diakhirat adalah dengan berpegang teguh kepada keduanya, dan ketersesatan menanti di hadapan perjalan hidup kita jika tidak mengabaikan dan tidak mengindahkan tuntunan-tuntunannya.
Disamping keduanya sebagai referensi utama ummat manusia dan petunjuk dalam menjalani kehidupan, Allah swt melengkapi manusia dengan akal sebagai alat utama dalam mengelola hidupnya. Aqal adalah alat menghasilkan rayu (pendapat). Dalam Islam akal menjadi komponen penting dalam melaksanakan syariat. Semua hukum Islam dilaksanakan, syarat utamanya adalah berakal. Dengan akal, manusia menafsirkan al-Quran dan hadits nabi, memberikan penjelasan, dan kemudian mengambil kesimpulan hukum.
Sumber utama ajaran Islam terumuskan dalam satu hadits yang memberitakan dialog Rasulullah saw dengan Muaz bin Jabal.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أَرَادَ أَنْ يَبْعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ قَالَ كَيْفَ تَقْضِي إِذَا عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ قَالَ أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِي (رواه ابو داود)
Artinya : Ketika Rasulullah saw akan mengutus Muaz ke Yaman, Nabi bertanya kepadanya; “bagaimana cara kamu menyelesaikan jika menghadapi suatu masalah?” ia menjawab; “aku selesaikan dengan kitab Allah”. Nabi berkata “Jika kamu tidak menemukan di dalam kitab Allah ?”. ia menjawab, “maka dengan sunnah Rasulullah saw”. Nabi berkata, “jika kamu tidak menemukan di dalam sunnah dan juga tidak ada di dalam kitab Allah?”. ia menjawab, “aku akan berijtihad dengan pendapatku”
Penjelasan hadits di atas memberikan gambaran yang jelas bahwa Islam tidak bisa dilepaskan dari al-Quran, sunnah Nabi dan ra’yu (pendapat) akal. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa Islam bersumber dari dua referensi dan sumber pokok; 1). Sumber ilahi yang ma’sum yaitu al-Quran dan sunnah Nabi. 2). Sumber olahan akal sehat manusia yang menghasilkan pendapat.
Dari kedua sumber pokok ini kemudian ulama fiqh menetapkan empat sumber utama ajaran Islam yang disepakati; al-Quran, sunnah, ijma (konsensus) dan qiyas (analogi).
1. Al-Quran : adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui perantaraan malaikat Jibril, dinukil (sampai) hingga kepada kita secara mutawatir (pasti kebenarannya). Dengan membacanya adalah ibadah, dimulai dengan surat al-fatihah dan diakhiri dengan surat an-nnas.
Al-Quran adalah kitab suci yang terakhir diturunkan Allah kepada ummat manusia. ia merupakan kitab suci bagi ummat Islam. diturunkan selama lebih dari 22 tahun di dua periode; periode Mekkah dan periode Madinah. Ia terdiri dari 114 surat, 30 juz, dan 6665 ayat.
2. Sunnah Nabi. Sunnah sering juga disebut dengan hadits: yaitu apa yang disandarkan kepada Rasulullah saw dari perkataan, perbuatan, dan ketetapan beliau, termasuk sifat dan hal ihwalnya.
3. Ijma (konsensus): yakni tekad bulat untuk melaksanakan sesuatu atau kesepakatan bersama atas sesuatu hukum atau peristiwa. Seperti kesepakatan sahabat membukukan ayat suci al-Quran pada masa khalifah Abu Bakar r.a. yang belum dilakukan pada masa Rasulullah saw.
4. Qiyas (analogi); menyertakan suatu perkara terhadap yang lainnya dalam hukum syara’ karena terdapat kesamaan ‘illat (sebab) di antara, yaitu terdapat kesamaan dalam perkara yang mendorong adanya hukum syara’ bagi keduanya. Seperti menganalogikan zakat propesi (gaji) kepada zakat pertanian sehingga gaji profesi dikeluarkan zakatnya sesuai perhitungan zakat pertanian.
A. Mengenal Hakekat Islam
Islam merupakan agama terakhir yang diturunkan Allah swt kepada Nabi Muhammad bin Abdullah saw. Sebagai agama samawi yang terakhir, Islam hadir sebagai agama yang berlaku sepanjang zaman dan di setiap waktu dan tempat. Ajarannya sempurna dan menyempurnakan. Sempurna karena mencakup segala aspek kehidupan, dan menyempurnakan agama samawi yang telah datang sebelumnya. Islam adalah agama yang universal. Ajarannya integratif antara satu dengan yang lainnya, seimbang secara proporsional, dan tidak memisahkan urasan duniawi dengan urusan ukhrawi.
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Q.S. Al-Qashas : 77

1. Makna Islam
a. Lafadz (kata) Islam Dalam Al-Quran
Kata Islam berasal dari bahasa Arab aslama – yaslimu – islaman. Secara lafziyah (kata), Al-Quran menyebutkannya di beberapa tempat dengan arti yang berbeda ;

1. Menundukkan wajah. Q.S. An-Nisa (4) ayat 125.

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
Artinya : Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menundukkan wajahnya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.

Abu Ja’far At-Thabary menafsirkan ayat ini dengan indah bahwa, siapakah yang paling baik jalannya, dan paling lurus tuntunannya selain orang yang menundukkan wajahnya sebagai wujud penyerahan diri kepada Allah, ia terpimpin kepada-Nya di dalam ketaatan, membenarkan Nabi Allah Muhammad saw serta apa yang dibawa dari Tuhannya. Senantiasa mengerjakan apa yang diperintahkan Tuhannya, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram (At-Thabary, 2000 : 98)

2. Berserah Diri. Q.S. Ali Imran (3) : 83
أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
Artinya : Apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, Padahal kepada-Nya-lah
menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.

3. Suci/bersih. Q.S. As-Syu’ara (26) : 88-89
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ * إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
Artinya : hari (akhirat) tiada lagi bermanfaat harta dan anak-anak. Kecuali siapa yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih

4. Selamat Sejahtera. Q.S. Al-An’am (6) : 54
َإِذَا جَاءَكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِآَيَاتِنَا فَقُلْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ
Artinya : Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu data kepadamu, Maka katakanlah: "Salaamun alaikum[Mudah-mudahan Allah melimpahkan Kesejahteraan atas kamu. Tuhanmu telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang

5. Kedamaian. Q.S. Muhammad (47) : 35
فَلَا تَهِنُوا وَتَدْعُوا إِلَى السَّلْمِ وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ وَاللَّهُ مَعَكُمْ وَلَنْ يَتِرَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
Artinya : Janganlah kamu lemah dan minta damai Padahal kamulah yang di atas dan
Allah pun bersamamu dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi pahala amal-amalmu.

Dari kelima arti lafziyah Islam ini, dapat dipahami bahwa kata Islam selalu bermakna kebaikan. Yaitu kebaikan yang agung karena bersifat universal. Tidak hanya untuk dinikmati diri pribadi seseorang, tetapi juga diperuntukkan untuk orang. Kebaikan tersebut bukan hanya untuk komunitas dan kelompok tertentu, tetapi kepada seluruh ummat manusia. Inilah arti kebaikan yang rahmatan lil ‘alamin (kasih sayang untuk seluruh alam).
Lima arti Islam ini merepresentasikan nilai-nilai keshalehan yang sempurna yang mencakup keshalehan sosial dan keshalehan individu secara integratif. Di satu sisi Islam mengajarkan kepada kita arti penting kepasrahan dan ketundukan kepada Yang Maha Berkehendak, kepasrahan yang tiada daya dan kekuatan selain kekuatan-Nya. Dengan ketundukan dan penyerahan diri secara bulat kepada Allah akan membawa kepada kedamaian hati dan ketenteraman jiwa. Pada sisi yang lain menekankan pentingnya menjaga kebersamaan sesama manusia dalam naungan damai dan kecintaan. Menciptakan keselamatan secara menyeluruh.
b. Islam menurut Hadits Rasulullah saw
Menyelami samudra hadits yang begitu luas, ada beberapa hadits yang mengetengahkan pengertian Islam, di antaranya ;
Pertama; Islam adalah salah lima waktu. hadits dari Talhah bin Abuidillah berkata; seseorang (laki-laki) datang kepada Rasulullah saw dan bertanya tentang Islam. Lantas Rasulullah saw mengatakan bahwa Islam itu adalah shalat lima waktu siang dan malam. Ia ditanya, apakah ada selainnya ?. Ia menjawab; tidak ! kecuali kamu menunaikan yang sunnat dan beliau juga menyebutkan kepadanya zakat. Laki-laki bertanya lagi, apakah ada selain hal itu? Beliau menjawab; tidak ada kecuali kamu menunaikan yang sunnat. Rasulullah kemudian meninggalkannya dan berkata; aku tidak akan menambah dan menguranginya lagi, maka beruntunglah orang yang menpercayainya. Hadits riwayat imam enam kecuali Tirmizy.
Kedua. Mua’wiyah bin Haedah pernah berkata : sesungguhnya aku bertanya kepadamu dengan wajah Allah dengan apa Allah mengutusmu kepada kami? Beliau berkata; dengan Islam. Aku bertanya lagi; dan apa tanda-tanda Islam? Beliau berkata ; kamu katakan! Aku menyerahkan diri kepada Allah semata, menunaikan shalat, mengeluarkan zakat, ......Hadits riwayat An-Nasay.
Ketiga. Dari Abdullah bin Umar menyebutkan bahwa Malaikat Jibril datang bertanya kepada Rasulullah tentang Islam, maka beliau menjawab Islam itu adalah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, menunaikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan ramadhan, dan berhaji bagi yang mampu.
Dari ketiga hadits tersebut, hadits ketiga mencakup secara keseluruhan makna Islam. Hadits inilah juga menjadi dalil rukun Islam.
Dengan demikian dapat dipahami bahwasanya Islam adalah agama yang mengajarkan kebenaran, mengajarkan kebaikan dan keindahan yang berdasarkan al-Quran dan sunnah rasulullah saw. Islam adalah agama yang menentang kedzaliman, penyimpangan, penindasan, kekerasan, dan segalah bentuk kejahiliyahan (kebodohan). Islam menentang segala bentuk kejahiliyahan yang terjadi di masyarakat.
Ketika Abu Dzar al-Ghifari, salah seorang sahabat Rasulullah saw melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan Islam, ia ditegur dengan keras oleh Rasulullah saw, : “sesungguhnya pada perbuatanmu itu adalah kejahiliyahan”. Sekecil apapun dari perbuatan manusia jika bertentangan dengan Islam dapat dikategorikan sebagai perbuatan jahiliyah.

Sebab itu dapatlah dikatakan bahwa Islam adalah gabungan dari ayat-ayat Al-Quran, hadits Nabi dan nash nash yang ditafsirkan oleh akal pikiran melalui batasan bahasa dan kaidah-kaidahnya
2. Universalitas Islam (syumuliatul Islam)
Menurut Abu A’la Al-Maududi dalam bukunya Cara Hidup Islam (tt:3) menggambarkan bahwa ciri utama ajaran Islam tidak membenarkan suatu pertentangan dan juga pemisahan antara kehidupan ruhani dengan kehidupan duniawi. Islam tidak membatasi dirinya untuk membina ketinggian kerohanian dan akhlaq semata. Sesungguhnya ruang lingkup yang dikemukakannya mencakup semua bidang kehidupan manusia.
Universalitas artinya mencakup segala aspek dan urusan kehidupan manusia. Islam tidak hanya berbicara tentang akhirat, tetapi juga tentang dunia. Islam tidak hanya berbicara dimensi ruhiyah semata sehingga ia terbang kelangit sana, tetapi juga berbicara tentang realitas dan berpijak di bumi. Islam berbicara tentang hubungan hamba dengan Tuhannya, juga hubungannya dengan sesama hamba Allah. islam berbicara tentang ibadah mahdhah seperti shalat, puasa ataupun zakat juga berbicara tentang ekonomi, sosial, maupun politik.
Universalias merupakan salah satu karakter Islam yang sangat istimewa jika dibandingkan dengan syariat agama dan tatanan buatan manusia. Realitas Islam telah adalah bukti. Baik teori maupun prakteknya telah menunjukkan semua itu. Tiada keraguan di dalamnya sebagai petunjuk, furqan (pembeda antara hak dan bathil), penawar, dan rahmat. Tiada seorang pun yang meragukannya kecuali orang yang ingkar, sombong, atau mereka yang tidak memahami Islam dengan pemahaman benar sebagaimana islam diturunkan dan diamalkan oleh generasi terbaik.
Universalitas Islam berarti memiliki jangkauan yang panjang sehingga berlaku sepanjang zaman. Mempunyai jangkauan yang sangat lebar sehingga berlaku bagi seluruh ummat. Dan jangkauan yang sangat dalam sehingga mencakup seluruh urusan dunia dan akhirat. Maka sebagai sistem yang universal, Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlaq dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah benar tidak kurang dan tidak lebih (Al-Wasyli, 2001 :33).
Al-Quran sebagai referensi utama dan pertama syariat Islam, di dalamnya termaktub ayata-ayat yang berbicara secara global kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Beberapa aspek tersebut tergambar pada ayat-ayat berikut ;
1. Islam sebagai negara dan berbicara tentang kenegaraan, dengan adanya perintah untuk selalu bermusyawarah (Q.S. 3 : 159). Selain itu mizan (neraca)yang termaktub dalam al-Quran memberikan isyarat untuk berlaku adil antar sesama manusia dalam memberlakukan hukum hukum padanya.
2. Islam berbicara kepemimpinan dengan diperintahkannya mengikuti pemimpin (Q.S. 4 : 59).
3. Islam adalah ekonomi dan berbicara tentang perokonomian (Q.S. Al-Baqarah :
4. Islam adalah kasih sayang dan rahmat (Q.S. Ghafir : 7)
5. Islam dan hubungan dengan non-Muslim (Q.S. Al-Mumtahanah : 8)
6. Islam dan utang piutang (Q.S. Al-Baqarah : 282)
7. Islam berbicara masa menyusui (Q.S. Al-Baqarah : 232)
8. Islam berbicara tentang wanita haid (Q.S. Al-Baqarah :222) dll.

Sayyid Hawwa (1987 :10) merincikan universalitas Islam sebagai berikut :
• Islam adalah aqidah yang tergambar dalam dua kalimat syahadat dan rukun Iman yang enam.
• Islam adalah ibadah yang tergambar dalam shalat, zakat, puasa, dan haji. Islam adalah
• Bahwasanya Islam adalah bangunan yang berdiri di atas kedua pondasi (aqidah dan ibadah). Bangunan itu adalah manhaj (konsep) hidup menurut Islam. Seperti konsep politik, konsep ekonomi, konsep moral, konsep kemiliteran, konsep sosial dsb.
• Dan Bahwasanya Islam memiliki penopang sebagai jalan untuk bisa menunaikan Islam. Seperti jihad, amar ma’ruf nahi mungkar.


Islam Penopang Jihad, Amar maruf dan nahi mungkar, hukum
Bina (bangunan) Konsep hidup Konsep politik, ekonomi, sosial, moral, militer, pendidikan, budaya dsb.
Arkan (landasan) Ibadah Shalat, puasa, zakat, dan haji
Aqidah Dua kalimat syahadat dan enam rukun Iman

3. Sumber Utama Ajaran Islam
Sumber (referensi) tertinggi dalam Islam dibatasi oleh dua sumber ilahi yang ma’sum. Yaitu al-Quran dan sunnah Nabi saw. Keduanya bersumber dari satu sumber dan satu rujukan, yakni wahyu Ilahi, baik berupa wahyu yang jelas dan terbaca yakni al-Quran ataupun wahyu yang tidak jelas dan tidak terbaca yakni sunnah Rasulullah saw (Qardhawi, 1997 : 7).
Islam dipahami dan diamalkan dari kedua sumber utama ini. Kitab suci Al-Quran yang memuat firman Allah swt, dan hadits yang memuat sunnah rasulullah saw. Keduanya wajib menjadi bagian dari diri dalam menjalani hidup. Keselamatan dan hidup di dunia dan diakhirat adalah dengan berpegang teguh kepada keduanya, dan ketersesatan menanti di hadapan perjalan hidup kita jika tidak mengabaikan dan tidak mengindahkan tuntunan-tuntunannya.
Disamping keduanya sebagai referensi utama ummat manusia dan petunjuk dalam menjalani kehidupan, Allah swt melengkapi manusia dengan akal sebagai alat utama dalam mengelola hidupnya. Aqal adalah alat menghasilkan rayu (pendapat). Dalam Islam akal menjadi komponen penting dalam melaksanakan syariat. Semua hukum Islam dilaksanakan, syarat utamanya adalah berakal. Dengan akal, manusia menafsirkan al-Quran dan hadits nabi, memberikan penjelasan, dan kemudian mengambil kesimpulan hukum.
Sumber utama ajaran Islam terumuskan dalam satu hadits yang memberitakan dialog Rasulullah saw dengan Muaz bin Jabal.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أَرَادَ أَنْ يَبْعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ قَالَ كَيْفَ تَقْضِي إِذَا عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ قَالَ أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِي (رواه ابو داود)
Artinya : Ketika Rasulullah saw akan mengutus Muaz ke Yaman, Nabi bertanya kepadanya; “bagaimana cara kamu menyelesaikan jika menghadapi suatu masalah?” ia menjawab; “aku selesaikan dengan kitab Allah”. Nabi berkata “Jika kamu tidak menemukan di dalam kitab Allah ?”. ia menjawab, “maka dengan sunnah Rasulullah saw”. Nabi berkata, “jika kamu tidak menemukan di dalam sunnah dan juga tidak ada di dalam kitab Allah?”. ia menjawab, “aku akan berijtihad dengan pendapatku”
Penjelasan hadits di atas memberikan gambaran yang jelas bahwa Islam tidak bisa dilepaskan dari al-Quran, sunnah Nabi dan ra’yu (pendapat) akal. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa Islam bersumber dari dua referensi dan sumber pokok; 1). Sumber ilahi yang ma’sum yaitu al-Quran dan sunnah Nabi. 2). Sumber olahan akal sehat manusia yang menghasilkan pendapat.
Dari kedua sumber pokok ini kemudian ulama fiqh menetapkan empat sumber utama ajaran Islam yang disepakati; al-Quran, sunnah, ijma (konsensus) dan qiyas (analogi).
1. Al-Quran : adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui perantaraan malaikat Jibril, dinukil (sampai) hingga kepada kita secara mutawatir (pasti kebenarannya). Dengan membacanya adalah ibadah, dimulai dengan surat al-fatihah dan diakhiri dengan surat an-nnas.
Al-Quran adalah kitab suci yang terakhir diturunkan Allah kepada ummat manusia. ia merupakan kitab suci bagi ummat Islam. diturunkan selama lebih dari 22 tahun di dua periode; periode Mekkah dan periode Madinah. Ia terdiri dari 114 surat, 30 juz, dan 6665 ayat.
2. Sunnah Nabi. Sunnah sering juga disebut dengan hadits: yaitu apa yang disandarkan kepada Rasulullah saw dari perkataan, perbuatan, dan ketetapan beliau, termasuk sifat dan hal ihwalnya.
3. Ijma (konsensus): yakni tekad bulat untuk melaksanakan sesuatu atau kesepakatan bersama atas sesuatu hukum atau peristiwa. Seperti kesepakatan sahabat membukukan ayat suci al-Quran pada masa khalifah Abu Bakar r.a. yang belum dilakukan pada masa Rasulullah saw.
4. Qiyas (analogi); menyertakan suatu perkara terhadap yang lainnya dalam hukum syara’ karena terdapat kesamaan ‘illat (sebab) di antara, yaitu terdapat kesamaan dalam perkara yang mendorong adanya hukum syara’ bagi keduanya. Seperti menganalogikan zakat propesi (gaji) kepada zakat pertanian sehingga gaji profesi dikeluarkan zakatnya sesuai perhitungan zakat pertanian.

Minggu, 13 September 2009

Layanan khusus

Blog ini untuk layanan khusus
Blog ini untuk layanan khusus