Minggu, 20 September 2009

MATERI II : Hakekat Penciptaan Manusia

A. Tujuan Hidup Manusia
Allah swt menciptakan makhluknya (termasuk di dalamnya manusia), tidak dengan kesia-siaan. Atau tidaklah manusia diciptakan sebatas untuk menikmati kehidupan dunia dan segala keindahannya. Pada hakekatnya Allah swt menciptkan manusia tujuan utamanya adalah beribadah kepada-Nya.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya : Dan tiadalah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah(Q.S. Az-Zariyat : 56)
Siapa pun yang merasa dan menyadari dirinya sebagai makhluk yang diciptakan, maka ia berkewajiban untuk beribadah kepada Pencitanya, terlebih Sang Penciptanya itu satu-satunya Dzat tempat kembali. Maka ia wajib mengesakan-Nya dalam beribadah kepada-Nya.
Jika tujuan utama manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah, ini berarti kita wajib beribadah kepada Allah swt dalam keseluruhan hidup kita. Di mana pun dan kapan pun kita berada maka kita wajib beribadah. Ibadah tidak memiliki batasan waktu dan tempat, ia menjadi bagian yang integratif dalam setiap gerak dan akitifitas fisik, gerak lisan, dan gerak hati.

B. Ibadah
1. Arti Ibadah
Ibadah berasal dari bahasa Arab abada, ya’budu artinya menyembah. Jika dikatakan ibadah kepada Allah swt berarti menyembah Allah swt, dan tiada seorang pun yang disembah selain-Nya. Jika ibadah dimaknai dengan menyembah Allah, maka pelaksanaan ibadah tidak hanya terbatas pada wilayah ibadah-ibadah mahdhah saja, seperti shalat, puasa, zakat, haji, baca Al-Quran, tetapi mencakup segala aktivitas kehidupan yang dijalani, selama di dalamnya mengandung nilai penyembahan kepada Allah semata. Sebab itu ibadah dalam arti yang komprehensif adalah segalah aktivitas kebaikan yang dilakukan yang tujuannya hanyalah mencapai ridha Allah swt.
Menurut Ibnu Qayyim ibadah memiliki dua dasar utama ; pertama kecintaan. Kedua kerendahan diri dan ketundukan. Cinta tanpa ketundukan, atau ketundukan tanpa cinta belumlah seseorang bisa dikatakan sebagai hamba Allah. Seorang hamba akan benar-benar menjadi hamba Allah jika ia telah memadukan dalam dirinya antara kecintaan dan ketundukan kepada-Nya.


2. Jenis Ibadah
Ada dua jenis ibadah; pertama ibadah individu, kedua ibadah sosial. Ibadah individu adalah ibadah perorangan yang dilaksanakan seorang hamba kepada Allah, dimana komunikasinya antara dirinya dengan Tuhannya. Sehingga kebaikan dan pahala dari ibadahnya itu hanya untuk dirinya sendiri. Seperti shalat, membaca al-Quran. Sedangkan ibadah sosial adalah ibadah yang memiliki hubungan dan keterkaitan dengan orang lain, sehingga kebaikan dan pahalanya dicapai dari keterlibatan orang lain. seperti membantu seseorang dari kesulitannya, memberi makan orang yang lapar, menghormati tetangga, tertib di jalan dsb.
Untuk meraih kesempurnaan ibadah, maka kedua jenis ibadah ini harus terintegrasikan secara kuat dalam diri, dan dilaksanakan secara bersamaan tanpa ada dikotomi dan pemisahan keduanya.
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ
Mereka akan ditimpa kehinaan di mana pun mereka berada, kecuali membangun hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia (Q.S. Ali Imran: 112)

3. Prinsip Pelaksanaan Ibadah
Prinsip utama pelaksanakan ibadah adalah menyembah dan mengikuti apa yang telah diperintahkan Allah dan dicontohkan Rasulullah saw. Menurut As-Syatibi, dasar dalam ibadah adalah mengikuti (ittiba’) dan menyembah semata-mata karena Allah swt. sehingga ketika kita akan memahami hikmah dari ibadah, maka hikmahnya itu adalah melaksanakan perintah Allah, taat, mengagungkan, dan menghadap hanya kepada-Nya saja.
Dalam bersuci misalnya, kita mendapatkannya dimana ia terkadang tidak selaras dengan tempat yang mewajibkannya, seperti kewajiban mandi setelah berhubungan suami istri. Wanita haid dan nifas dilarang shalat dan puasa tetapi puasa yang ditinggalkan wajib diqadha(ganti) sedangkan shalat tidak. Tayammum dengan debu yang tidak memiliki kebersihan nyata dapat menggantikan bersuci dengan air suci.
Meskipun dasar dalam ibadah adalah menyembah tanpa melihat kepada makna dan maksud, bukan berarti ibadah tidak memiliki maksud sama sekali. Segala hal yang disyariatkan oleh Allah pasti memiliki hikmah dan maslahat. Sesungguhnya Allah swt menyariatkan sesuatu kepada manusia tidak dengan sia-sia dan sewenang-wenang. Sebagaimana Allah juga tidak menciptkan sesuatu dengan main-main dan penuh kebatilan dan kesia-siaan.
Hanya saja perlu dibedakan antara dasar dan tujuan pelaksanaan ibadah dengan hikmah dan atsar yang dimunculkan dari pelaksanaan. Sehingga tidak terjadi kerancuan dalam menjalankan ibadah.
Bersedekah misalkan, adalah ibadah yang kita laksanakan karena mengikuti perintah Allah dan Rasulnya yang bertujuan mengharap ridha Allah. meskipun memang Rasulullah dalam beberapa sabdanya menyatakan bahwa siapa yang gemar bersedakah akan memudahkan rezkinya. Tetapi tujuan atau orientasi sedekah bukan untuk mendapatkan rezki yang banyak.
Demikian pula ibadah puasa, shalat menurut hasil penelitian memiliki pengaruh dan hikmah bagi kesehatan, dimana dengan shalat akan menyembuhkan penyakit tertentu. tetapi bukanlah itu tujuan orang melaksanakan shalat dan puasa. Tetapi ibadah dilaksanakan semata karena perintah Allah. Adapun pengaruh positif yang ditimbulkan itu hanyalah hikmah yang tidak bersifat mutlak.
A. Tujuan Hidup Manusia
Allah swt menciptakan makhluknya (termasuk di dalamnya manusia), tidak dengan kesia-siaan. Atau tidaklah manusia diciptakan sebatas untuk menikmati kehidupan dunia dan segala keindahannya. Pada hakekatnya Allah swt menciptkan manusia tujuan utamanya adalah beribadah kepada-Nya.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya : Dan tiadalah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah(Q.S. Az-Zariyat : 56)
Siapa pun yang merasa dan menyadari dirinya sebagai makhluk yang diciptakan, maka ia berkewajiban untuk beribadah kepada Pencitanya, terlebih Sang Penciptanya itu satu-satunya Dzat tempat kembali. Maka ia wajib mengesakan-Nya dalam beribadah kepada-Nya.
Jika tujuan utama manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah, ini berarti kita wajib beribadah kepada Allah swt dalam keseluruhan hidup kita. Di mana pun dan kapan pun kita berada maka kita wajib beribadah. Ibadah tidak memiliki batasan waktu dan tempat, ia menjadi bagian yang integratif dalam setiap gerak dan akitifitas fisik, gerak lisan, dan gerak hati.

B. Ibadah
1. Arti Ibadah
Ibadah berasal dari bahasa Arab abada, ya’budu artinya menyembah. Jika dikatakan ibadah kepada Allah swt berarti menyembah Allah swt, dan tiada seorang pun yang disembah selain-Nya. Jika ibadah dimaknai dengan menyembah Allah, maka pelaksanaan ibadah tidak hanya terbatas pada wilayah ibadah-ibadah mahdhah saja, seperti shalat, puasa, zakat, haji, baca Al-Quran, tetapi mencakup segala aktivitas kehidupan yang dijalani, selama di dalamnya mengandung nilai penyembahan kepada Allah semata. Sebab itu ibadah dalam arti yang komprehensif adalah segalah aktivitas kebaikan yang dilakukan yang tujuannya hanyalah mencapai ridha Allah swt.
Menurut Ibnu Qayyim ibadah memiliki dua dasar utama ; pertama kecintaan. Kedua kerendahan diri dan ketundukan. Cinta tanpa ketundukan, atau ketundukan tanpa cinta belumlah seseorang bisa dikatakan sebagai hamba Allah. Seorang hamba akan benar-benar menjadi hamba Allah jika ia telah memadukan dalam dirinya antara kecintaan dan ketundukan kepada-Nya.


2. Jenis Ibadah
Ada dua jenis ibadah; pertama ibadah individu, kedua ibadah sosial. Ibadah individu adalah ibadah perorangan yang dilaksanakan seorang hamba kepada Allah, dimana komunikasinya antara dirinya dengan Tuhannya. Sehingga kebaikan dan pahala dari ibadahnya itu hanya untuk dirinya sendiri. Seperti shalat, membaca al-Quran. Sedangkan ibadah sosial adalah ibadah yang memiliki hubungan dan keterkaitan dengan orang lain, sehingga kebaikan dan pahalanya dicapai dari keterlibatan orang lain. seperti membantu seseorang dari kesulitannya, memberi makan orang yang lapar, menghormati tetangga, tertib di jalan dsb.
Untuk meraih kesempurnaan ibadah, maka kedua jenis ibadah ini harus terintegrasikan secara kuat dalam diri, dan dilaksanakan secara bersamaan tanpa ada dikotomi dan pemisahan keduanya.
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ
Mereka akan ditimpa kehinaan di mana pun mereka berada, kecuali membangun hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia (Q.S. Ali Imran: 112)

3. Prinsip Pelaksanaan Ibadah
Prinsip utama pelaksanakan ibadah adalah menyembah dan mengikuti apa yang telah diperintahkan Allah dan dicontohkan Rasulullah saw. Menurut As-Syatibi, dasar dalam ibadah adalah mengikuti (ittiba’) dan menyembah semata-mata karena Allah swt. sehingga ketika kita akan memahami hikmah dari ibadah, maka hikmahnya itu adalah melaksanakan perintah Allah, taat, mengagungkan, dan menghadap hanya kepada-Nya saja.
Dalam bersuci misalnya, kita mendapatkannya dimana ia terkadang tidak selaras dengan tempat yang mewajibkannya, seperti kewajiban mandi setelah berhubungan suami istri. Wanita haid dan nifas dilarang shalat dan puasa tetapi puasa yang ditinggalkan wajib diqadha(ganti) sedangkan shalat tidak. Tayammum dengan debu yang tidak memiliki kebersihan nyata dapat menggantikan bersuci dengan air suci.
Meskipun dasar dalam ibadah adalah menyembah tanpa melihat kepada makna dan maksud, bukan berarti ibadah tidak memiliki maksud sama sekali. Segala hal yang disyariatkan oleh Allah pasti memiliki hikmah dan maslahat. Sesungguhnya Allah swt menyariatkan sesuatu kepada manusia tidak dengan sia-sia dan sewenang-wenang. Sebagaimana Allah juga tidak menciptkan sesuatu dengan main-main dan penuh kebatilan dan kesia-siaan.
Hanya saja perlu dibedakan antara dasar dan tujuan pelaksanaan ibadah dengan hikmah dan atsar yang dimunculkan dari pelaksanaan. Sehingga tidak terjadi kerancuan dalam menjalankan ibadah.
Bersedekah misalkan, adalah ibadah yang kita laksanakan karena mengikuti perintah Allah dan Rasulnya yang bertujuan mengharap ridha Allah. meskipun memang Rasulullah dalam beberapa sabdanya menyatakan bahwa siapa yang gemar bersedakah akan memudahkan rezkinya. Tetapi tujuan atau orientasi sedekah bukan untuk mendapatkan rezki yang banyak.
Demikian pula ibadah puasa, shalat menurut hasil penelitian memiliki pengaruh dan hikmah bagi kesehatan, dimana dengan shalat akan menyembuhkan penyakit tertentu. tetapi bukanlah itu tujuan orang melaksanakan shalat dan puasa. Tetapi ibadah dilaksanakan semata karena perintah Allah. Adapun pengaruh positif yang ditimbulkan itu hanyalah hikmah yang tidak bersifat mutlak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar